SUDAH sejak lama penduduk di lereng Merapi mewanti-wanti bahwa gunung itu bakal kembali meletus. Namun, erupsi singkat berupa semburan awan panas yang terjadi Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB sungguh mengagetkan dan berakhir pilu.
Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menjelaskan, sedikitnya ada sembilan kali semburan awan panas, termasuk kolom asap setinggi 1,5 kilometer dari puncak Gunung Merapi selama erupsi kemarin.
Setelah itu, awan panas - yang populer disebut ‘wedus gembel’ - meluncur cepat ke arah sektor Barat-Barat Daya dan sektor Selatan-Tenggara, termasuk ke Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman -- tempat tinggal juru kunci Merapi, Mbah Maridjan.
Seorang anggota SAR sekaligus tetangga Mbah Maridjan, Trisno Haryono menggambarkan kondisi dusunnya pasca diterjang wedus gembel. Sangat mengenaskan.
Seluruh kampung tertutup abu tebal Gunung Merapi yang menyesakkan dada. Lahar panas pun mengalir ke desa yang hanya berjarak 4 kilometer dari puncak Merapi.
"Hampir semua rumah ambruk, pohon tumbang. Hewan-hewan mati," kata Trisno di kaki Merapi, Rabu (27/10).
Rumah Mbah Maridjan, tambah dia, rusak berat. Ambruk. Di sekitar rumah itulah, tim SAR gabungan menemukan 12 jenazah tadi malam.
Ada jenazah Mbah Maridjan yang mengenakan baju batik dan kopiah sedang bersujud. Juga terdapat jurnalis VIVAnews, Yuniawan Nugroho, yang jenazahnya ditemukan di dekat dokter dari Palang Merah Indonesia (PMI), Tutur Prijono, yang juga gugur.
Korban di Kinahrejo memang paling banyak. Dari 25 korban tewas yang ditangani RS Sardjito, Jogjakarta, 19 di antaranya berasal dari sana.
Diceritakan Trisno, tim SAR gabungan masih melakukan proses evakuasi -- di antara tumpukan puing dan batang-batang pohon. viv
[JAKARTA] Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus seperti Gunung Merapi, biasanya mengandung mineral kwarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral-mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis (kerusakan saluran napas kecil di paru sehingga terjadi gangguan pertukaran gas di alveolus paru). Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja tambang yang terpapar silika bebas dalam jangka panjang. Demikian penjelasan Dr dr Umar Zein seorang pengamat kesehatan dalam blog-nya.
Beberapa jenis gas yang timbul akibat gunung meletus adalah uap air (H2O), diikuti oleh karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). Selain itu, ditemukan juga jenis gas-gas lain dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S). hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), hidrogen klorida (HCl), hidrogen fluorida (HF) dan helium (He). Gas-gas ini pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronkhitis (radang saluran napas) atau bronchopneumonia (radang jaringan paru), iritasi selaput lendir saluran pernapasan, iritasi kulit serta bisa juga mempengaruhi gigi dan tulang.
Orang-orang yang terpapar oleh debu vulkanik ini biasanya mengalami keluhan pada mata, hidung, kulit dan gejala sakit pada tenggorokannya. Gangguan kesehatan ini bisa akibat paparan jangka pendek (beberapa hari) atau pun jangka panjang (beberapa minggu sampai beberapa bulan).
Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu atau debu adalah iritasi selaput lendir dengan keluhan pilek dan beringus, iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman. Debu vulkanik dengan berbagai ukuran ini dapat juga mengiritasi selaput lendir mata, sehingga mengganggu penglihatan dan dapat terjadi infeksi sekunder pada mata.