JAKARTA, KOMPAS.com - Akibat isu-isu yang tak mengenakkan seputar hubungannya dengan Indonesia, akhir-akhir ini Pemerintah Malaysia banyak berdiam diri, termasuk untuk mempromosikan bidang pendidikannya.
Upaya menenangkan diri dan tidak banyak terlibat dalam aktivitas promosi pendidikan juga dilakukan oleh Kedutaan Besar Malaysia. ”Sungguh tak enaklah bila mengingat peristiwa-peristiwa yang lalu. Maka, kami memilih lebih baik diam. Juga dalam hal promosi pendidikan. Padahal, kami mempunyai banyak keunggulan dalam pendidikan,” ujar Darsham bin Daud, Setiausaha Pertama/Direktur Promosi Pendidikan Kedutaan Besar Malaysia, di Jakarta, Selasa (13/10).
Memang kunci pembangunan Malaysia terletak pada pengembangan dan pembangunan pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat diberi alat dan ilmu pengetahuan yang diperlukan guna mengambil bagian dalam kemajuan dunia.
Selain itu, melalui pendidikan, disiplin, pola hidup bersih, dan kejujuran juga ditanamkan kepada peserta didik. Menyadari pentingnya pendidikan untuk menyiapkan manusia-manusia profesional dan terampil, Malaysia sejak awal sudah memberikan anggaran yang cukup tinggi untuk pembangunan pendidikan.
Hingga kini, tak kurang dari 30 persen anggaran Malaysia khusus untuk mengembangkan pendidikan. Coba tengok, pada Rancangan Malaysia Pertama (1966-1970), anggaran pendidikan terus bertambah 7,8 persen.
Pada Rancangan Malaysia Kesembilan, anggaran itu sudah naik sekitar 20,6 persen. Dan kini, jumlah anggaran itu sudah sekitar 30 persen.
Semula, penambahan anggaran dimaksudkan guna memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat Malaysia untuk bisa menikmati pendidikan. Ternyata, dampak pembangunan pendidikan juga bisa dinikmati oleh mahasiswa asing yang menuntut ilmu di Malaysia. Mereka tersebar di 20 perguruan tinggi negeri dan 34 perguruan tinggi swasta.
”Belajar di Malaysia dijamin murah. Di perguruan tinggi negeri, per semester kurang dari Rp 3 juta (bidang sosial) dan sekitar Rp 4 juta (sains). Sedangkan untuk mahasiswa S-2 atau S-3 yang terpilih menjadi asisten peneliti, mereka akan mendapat gaji Rp 3 juta-Rp 4 juta per bulan. Mereka juga boleh membawa keluarga. Syaratnya mudah, membuat riset yang benar-benar bermanfaat bagi universitas tempatan,” lanjut Darsham.
Mengapa ke Malaysia
Pertama, Malaysia menawarkan pendidikan berkualitas dengan standar internasional. Semua kegiatan perguruan tinggi (mulai dari program D-3 hingga S-3) dimonitor oleh Kementerian Pengajaran Tinggi Malaysia dan menerapkan undang-undang dengan amat ketat, seperti The Education Act 1996, The Private Higher Educational Institutions Act 1996, dan The Malaysian Qualifications Agency Act 2007.
Kedua, biaya pendidikan yang terjangkau. Ketiga, pilihan studi yang cukup luas dengan banyak universitas yang menyediakan beragam program. Keempat, banyak universitas asing yang bekerja sama dengan universitas lokal dan menawarkan program kembar (twining program) dengan kualifikasi setara dengan pendidikan di Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Perancis.
Kelima, adanya cabang-cabang dari universitas luar negeri yang beroperasi di Malaysia memungkinkan mahasiswa mendapat kualitas tinggi dari universitas. Keenam, penggunaan Bahasa Inggris memungkinkan pelajar dan mahasiswa fasih berbahasa asing.
Ketujuh, prosedur permohonan visa yang mudah. Hal ini memudahkan pelajar dan mahasiswa asing masuk ke lembaga-lembaga pendidikan di Malaysia.
Kedelapan, biaya hidup yang cukup rendah, sekitar 12.000 ringgit Malaysia (sekitar 3.430 dollar AS) setahun. Kesembilan, pelajar dan mahasiswa asing juga diberi kesempatan untuk bekerja paruh waktu selama 20 jam (maksimum) per minggu asal memenuhi syarat- syarat dari imigrasi.
Kesepuluh, secara geografis, Malaysia merupakan lingkungan yang aman, terletak dalam zona yang hampir bebas dari bencana alam. Kesebelas, Malaysia juga merupakan surga makanan, tersedia untuk semua rasa, mulai dari makanan vegetarian hingga makanan halal, hidangan etnik hingga menu Barat, serta cepat saji. (TON)