Situasi politik terkait hubungan Indonesia-Malaysia memanas saat ini, menjadi sorotan media televisi nasional melalui penayangan aksi demo anti-Malaysia di beberapa daerah di Indonesia. Cuplikan rutin pidato mantan Presiden Indonesia Soekarno yang karismatik dan bergelora karena mampu membakar semangat pemuda Indonesia untuk siap berperang mengganyang Malaysia demi mempertahankan kedaulatan NKRI.
Pengaruh pidato mantan Presiden Soekarno betul-betul mumpuni, meskipun sudah tersimpan berpuluh tahun, kemudian ditayangkan kembali melalui televisi ternyata memiliki daya magis yang luar biasa bagi generasi muda. Terbukti secara spontan anak kami terkecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar berceloteh “Kita mau perang ya, Ma?”
Seketika mendengar celoteh pendek anak yang masih polos itu, jantung rasanya berdetak keras dan adrenalin merambat naik, membayangkan risiko perang yang bakal terjadi antara Indonesia-Malaysia, mengingat dampak perang akan timbul banyak korban harta, jiwa, dan raga yang harus dipertaruhkan oleh kedua belah pihak. Apabila hubungan kedua negara Indonesia-Malaysia tidak dikelola dengan baik, pada masa depan bisa timbul pecah konfrontasi terbuka, mengingat publik di Indonesia sangat reaktif atas manuver politik Malaysia.
Di sisi lain, ada perbedaan dalam menyikapi krisis Indonesia-Malaysia, di mana Pemerintah Indonesia tampaknya lebih lunak, namun sebagian pemuda Indonesia mulai memendam amarah dan dendam kesumat atas arogansi Malaysia, khususnya sejak klaim beberapa mahakarya bangsa Indonesia oleh Malaysia kepada dunia internasional. Bagi rakyat Indonesia, klaim Malaysia atas tari pendet, Bali, lagu Rasa Sayange, Maluku, reog Pono- goro, dan angklung Sunda dianggap tidak masuk akal, keterlaluan dan mengusik nasionalisme bangsa.
Di sinilah letak perbedaan cara pandang rakyat Indonesia-Malaysia menyikapi krisis politik yang berkembang di antara kedua negara. Rakyat Malaysia melihat krisis politik sebagai urusan pemerintah dan hanya dianggap sebuah kesalahpahaman, sedangkan bagi rakyat Indonesia yang mengalami proses revolusi memperjuangkan kemerdekaan, krisis politik dianggap sebagai bentuk tantangan Malaysia yang mengganggu rasa nasionalisme Indonesia.
Untuk menjadi bangsa yang besar dan dihormati bangsa lain memang tidak mudah dan butuh proses, setiap pemimpin bangsa Indonesia yang muncul tentu akan diuji kemampuannya guna mengatasi krisis politik terkait klaim-klaim Malaysia.
Bersatu menolak klaim sepihak Malaysia atas kedaulatan Indonesia memang tepat, karena bisa jadi Malaysia seolah-olah sengaja menantang langsung kepada rakyat Indonesia. Namun, percayalah bahwa perang bukan jalan terbaik untuk mengatasi krisis politik Indonesia-Malaysia, apalagi tidak ada sejarahnya rakyat Malaysia itu berani berperang meskipun memiliki peralatan militer secanggih apa pun. Ujung-ujungnya bisa ditebak encik-encik Malaysia akan mundur teratur kalau konfrontasi langsung, kecuali tentara Inggris membelanya sebagai bagian negara persemakmuran, sehingga langkah diplomasi akan lebih diprioritaskan.
Permasalahan kedua negara baik yang menyangkut wilayah perbatasan dan tenaga kerja Indonesia, sebaiknya segera dilakukan melalui perundingan formal disertai lobi informal ke pusat kekuasaan kedua negara dengan cara santun.
Gracelina
Jl Boulevard Gading Barat Komplek Kelapa Gading,
Jakarta Utara